SULSELINFO.COM – Salah satu pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin kepada Kepala Kejaksaan Tinggi beserta jajarannya serta para Kepala Kejaksaan Negeri se-Sumatera Selatan beserta jajarannya, pada saat kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, (25/21)

“Mengenai penanganan perkara tindak pidana korupsi”.

Berdasarkan data situs Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 sebesar 37, dari sebelumnya IPK Tahun 2019 sebesar 40, namun kerja keras yang dilakukan belum mampu mendongkrak IPK secara signifikan, ungkap Jaksa Agung.

Jaksa Agung RI Burhanuddin menyampaikan Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum sangat berkepentingan terhadap tinggi-rendahnya IPK, karena IPK merupakan potret dari kinerja kita dalam pemberantasan korupsi.

Salah satu kekeliruan kita dalam menyikapi rendahnya IPK adalah dengan mengejar penanganan korupsi sebesar-besarnya, namun melupakan perbaikan sistem yang mengarah pada terwujudnya ekosistem yang berorientasi pada transparansi, akuntabilitas, dan persaingan usaha yang sehat.

Untuk itu Jaksa Agung RI mengajak Kajati dan Kajari beserta seluruh jajaran untuk mengubah cara berpikir dalam memberantas tindak pidana korupsi dengan turut berorientasi pada perbaikan sistem.

Jaksa Agung menyampaikan bahwa Kejaksaan selaku instansi penegak hukum harus terus meningkatkan performa. Melakukan pengawalan dan pengamanan pembangunan, khususnya pada proyek strategis pemerintah agar proses pembangunan tepat waktu, tepat mutu, dan tepat guna.

“Segera menindaklanjuti laporan pengaduan dan diproses secara profesional”. Melakukan edukasi hukum dalam program Jaksa Masuk Sekolah (JMS), Penyuluhan Hukum, maupun berbagai seminar pemberantasan kinerja.

“Mempublikasi kinerja Kejaksaan secara masif dan kreatif atas capaian-capaian kita untuk meningkatkan kepercayaan publik”.

Dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi, kata Jaksa Agung RI Burhanuddin saya tekankan kepada setiap satuan kerja agar selalu menggunakan hati nurani dan mengedepankan kearifan, serta memperhatikan kualitas perkara seperti status sosial pelaku dimata masyarakat, besaran nilai kerugian negara, besaran nilai pengembalian kerugian negara, kompleksitas perkara, dan jika memungkinkan sekaligus mengangkat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang-nya (TPPU).

Perkara korupsi tidak hanya berasal dari pengadaan barang dan jasa, tetapi juga bisa dari sektor-sektor yang menjadi sumber pemasukan daerah. Lakukan penegakan hukum yang dapat mendukung investasi.

Jaksa Agung RI selanjutnya menyampaikan, bahwa tolok ukurnya dalam menilai kinerja Kajati dan Kajari beserta jajarannya tidak sebatas pada jumlah penyelidikan dan penyidikan yang dikerjakan, tetapi juga jumlah perkara yang ditingkatkan ke tahap penuntutan.

“Langkah ini saya ambil untuk menjaga kualitas penyelidikan dan penyidikan saudara, sehingga saudara tidak asal memiliki produk perkara. Buktikan kepada masyarakat bahwa Kejaksaan semakin mampu mengungkap perkara besar dan berkualitas,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung mengatakan bahwa memberantas tindak pidana korupsi harus dilakukan secara berimbang antara pendekatan pencegahan (preventif) dan penindakan (represif) yang saling sinergis, komplementer, terintegrasi dan proporsional. Penanganan suatu perkara tidak hanya sekadar mempidanakan pelaku dan mengembalikan kerugian negara, namun juga harus dapat memberikan solusi perbaikan sistem agar tidak terulang di kemudian hari.

“Untuk itu, saya tegaskan pentingnya sinergitas bidang Pidana Khusus serta Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sangat diperlukan untuk melakukan penegakan hukum yang konstruktif. Karena sebanyak apapun penuntutan yang dilakukan, dan sebanyak apapun pengembalian kerugian negara tanpa diikuti dengan perubahan konstruktif, maka kita belum sepenuhnya melakukan penegakan hukum,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung RI meminta Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri sedapat mungkin untuk mengerahkan jajaran Perdata dan Tata Usaha Negara guna melakukan audit terhadap tata kelola, sehingga terjadi perbaikan sistem pada instansi tersebut, dan diharapkan pada instansi tersebut tidak terulang tindak pidana korupsi yang lebih disebabkan karena rendahnya sistem dan tata kelola, tutup Jaksa Agung. (A2M)