SULSELINFO.COM – Ketua DPR RI Puan Maharani akhirnya angkat bicara terkait maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dengan modus nikah siri yang kini kian menjamur.

Perhatian serius Puan ini menyusul hebohnya kasus penganiayaan yang menimpa Sarah, perempuan asal Cianjur yang disiram air keras oleh suami kontraknya, kemudian tewas, beberapa hari lalu.

“Ini merupakan potret pedih kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Kasus yang menimpa Sarah menjadi tamparan buat kita bersama, betapa perlindungan kepada kaum perempuan masih sangat minim,” kata Puan kepada awak media, pada Selasa (23/11).

Terkait hal ini, Puan Maharani meminta pemerintah memberi jaminan perlindungan terhadap perempuan, termasuk mereka yang terlibat dalam praktik kawin kontrak.

“Praktik kawin kontrak bermodus nikah siri memiliki risiko tinggi akan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Terlebih jika melibatkan dengan WNA, dan itu masih saja terus terjadi,” paparnya.

Padahal, lanjut Puan, praktik kawin kontrak ini sangat rentan menjadikan perempuan sebagai korban.

Puan menilai, pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan memerlukan komitmen bersama dari berbagai kementerian dan instansi terkait.

“Pemerintah harus bisa memberi jaminan perlindungan kepada perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) harus menggandeng Kementerian Agama, pemerintah daerah, bersama teman-teman Polri dan instansi terkait lainnya untuk mensosialisasikan potensi terjadinya kekerasan lewat praktik kawin kontrak,” imbuhnya.

Puan menyebutkan, pengawasan di daerah-daerah yang banyak ditemukannya praktik-praktik kawin kontrak masih sangat lemah.

Perhatian serius pemerintah, lanjut Puan, sangat penting, guna memberi pembekalan, pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan kepada para penghulu yang sering bertugas menikahkan pasangan.

Puan berharap, pencegahan kawin kontrak berkedok nikah siri bisa lebih diminimalisir. Pastikan para penghulu dan amir tidak asal menikahkan pasangan, tapi juga ikut mengawasi dan memberikan perlindungan kepada warga.

“Intinya, pemerintah harus bisa mencegah menjamurnya praktik kawin kontrak yang banyak menimbulkan korban dari pihak perempuan,” tegasnya.

Dia menambahkan, ketegasan dari pemangku kebijakan sangat diharapkan sebab masyarakat sudah banyak yang resah dengan maraknya kasus kawin kontrak, khususnya di daerah pedesaan.

Mengutip dari laporan Komnas Perempuan, menyebutkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi. Sepanjang 2020, terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada periode Januari-Juli 2021, tercatat ada 2.500 kasus. Dari data tersebut, kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik, kekerasan seksual, psikis hingga ekonomi.

■ red