Jatim – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur telah menetapkan seorang tersangka dugaan korupsi kredit fiktif dan macet di BNI Syariah Cabang Malang senilai Rp 74 Miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr. Mohamad Dofir, SH. MH menjelaskan, penetapan tersangka ini berdasarkan surat sprint bernomor 1434/M.5/Fd.1/11 /2021 tgl 09 Nopember 2021.
Hari ini telah ditetapkan satu tersangka berinisial RDC, Kelahiran Probolinggo, Bertempat Tinggal di Malang, Lulusan S3, terang Dhofir yang didampingi Aspidsus Kejati Jatim Riono Budisantoso saat konferensi pers secara virtual, Selasa (9/11).
Dijelaskan Dhofir, tersangka RDC diketahui merupakan pengurus sebelumnya di Pusat Koperasi Al Kamil. Namun, ia kemudian menunjuk sejumlah pengurus tanpa melalui rapat anggota tahunan. Tersangka juga diketahui membentuk koperasi primair lainnya dengan anggota yang telah direkayasa.
Tersangka juga yang membentuk koperasi Primair salah satunya dengan cara merekayasa anggota yang sudah tidak aktif atau membentuk koperasi baru yang pengurusnya dibawah koordinasi atau ditunjuk oleh RDC dan membuat seolah-olah koperasi yang memenuhi syarat pendirian untuk dijadikan koperasi primair anggota Puskopsyah sebagai koperasi sekunder sebagai penerima pembiayaan, imbuh Dhofir.
“Bahwa dalam proses pencairan pembiayaan, dilakukan tanpa melalui prosedur yang sesuai ketentuan dan antara bulan Agustus 2013 sampai September 2015 telah dicairkan kurang lebih Rp 157.811.399.395. Dan saat ini kondisi pembiayaan mengalami macet (kolek 5) dengan outstanding Per 30 Desember 2017 sebesar Rp. 74.802.192.616,” tukasnya.
Sedangkan kronologisnya, Dhofir memaparkan perkara ini bermula saat Pusat Koperasi (Puskopsyah) Al Kamil Jatim melakukan kerjasama pembiayaan chaneling dengan BNI Syariah pada 2013. Perjanjian itu tertuang di surat perjanjian kerjasama nomor 172 tanggal 28 Agustus 2013.
“Surat perjanjian itu kemudian dijadikan acuan pembiayaan dengan plafon seluruh sebesar Rp 120 miliar. Dengan ketentuan pencairan untuk koperasi primair dengan maksimal Rp 7 miliar,” bebernya.
Lanjut Dhofir, sementara masih menetapkan satu orang tersebut. Meski demikian, kasus ini masih dikembangkan lebih lanjut dan tidak menutup kemungkinan ada tambahan tersangka lainnya. Tersangka saat ini dijerat dengan Pasal 2 (1), pasal 3 UU no.31 Th 1999 sebagaimana diubah dengan UU.No.20 tahun 2001 yo pasal 55 (1) ke 1 KUHP, pungkasnya.
(A2M)
Tinggalkan Balasan